Senin , 10 Februari 2025
Home / Opini / Asesmen Guru: Semoga Berkeadilan bagi Guru Sertifikasi

Asesmen Guru: Semoga Berkeadilan bagi Guru Sertifikasi

Asesmen Guru: Semoga Berkeadilan bagi Guru Sertifikasi

Oleh: Qusthalani*

Guru merupakan salah satu pilar utama dalam dunia pendidikan. Keberhasilan sebuah generasi sangat ditentukan oleh kualitas pendidik yang membimbing mereka. Oleh karena itu, kebijakan yang menyangkut guru haruslah berpihak pada prinsip keadilan, profesionalitas, dan peningkatan mutu. Beberapa hari yang lalu, Dinas Pendidikan Aceh melaksanakan Asesmen Kompetensi Guru (AKG) dengan tujuan untuk mengukur kualitas dan kompetensi para pendidik di provinsi ini. Namun, di sisi lain, ada persoalan yang selama ini menjadi momok bagi banyak guru bersertifikasi, yakni pemenuhan syarat 24 jam pelajaran (JP) per minggu sebagai prasyarat mendapatkan Tunjangan Profesi Guru (TPG).

Permasalahan ini menjadi dilema yang cukup serius, terutama karena pembagian jam mengajar sering kali tidak mempertimbangkan kualitas seorang guru, melainkan lebih didasarkan pada senioritas. Kebijakan seperti ini berpotensi menciptakan ketidakadilan di kalangan guru, terutama bagi mereka yang telah bersertifikasi tetapi kesulitan memenuhi syarat administratif tersebut.

Kesenjangan dalam Pemenuhan Jam Mengajar

Salah satu syarat untuk memperoleh TPG adalah guru harus memenuhi beban kerja minimal 24 JP per minggu. Namun, di banyak sekolah, terutama di daerah, pemenuhan syarat ini menjadi tantangan besar. Guru yang sudah bersertifikasi tetapi belum mendapatkan beban mengajar yang cukup kerap kali harus rela mencari jam tambahan di sekolah lain atau bahkan mengajar di luar bidang kompetensinya.

Hal ini tidak hanya berdampak pada guru itu sendiri, tetapi juga pada kualitas pembelajaran di sekolah. Guru yang terpaksa mengajar di luar bidang keahliannya tentu tidak dapat memberikan pengajaran yang optimal. Akibatnya, muridlah yang menjadi korban dari kebijakan yang kurang memperhatikan aspek kualitas.

Lebih parah lagi, pembagian jam mengajar sering kali lebih mengutamakan guru senior tanpa mempertimbangkan kompetensi mereka. Padahal, ada banyak guru muda yang berkualitas tetapi kesulitan mendapatkan jam mengajar yang memadai. Ketimpangan ini menciptakan kesenjangan yang cukup signifikan dalam dunia pendidikan.

Janji Kepala Dinas Pendidikan Aceh: Harapan Baru?

Saat sosialisasi Asesmen Kompetensi Guru (AKG), Kepala Dinas Pendidikan Aceh menyampaikan bahwa hasil asesmen ini akan digunakan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan, termasuk dalam pemenuhan jam mengajar bagi guru bersertifikasi. Pernyataan ini memberikan harapan baru bagi banyak guru di Aceh. Jika janji ini benar-benar diwujudkan, maka kebijakan pemenuhan jam mengajar dapat lebih berkeadilan dan berbasis pada kompetensi, bukan semata-mata senioritas.

Namun, janji ini harus diiringi dengan langkah konkret. Dinas Pendidikan perlu memastikan bahwa hasil AKG benar-benar digunakan sebagai acuan dalam menentukan alokasi jam mengajar. Guru yang memiliki kompetensi tinggi harus diberi prioritas, terlepas dari usia atau masa kerja mereka.

Selain itu, penting juga untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan 24 JP per minggu. Apakah syarat ini masih relevan dengan kondisi pendidikan saat ini? Apakah ada cara lain untuk menilai kinerja guru tanpa harus membebani mereka dengan jam kerja yang kadang sulit dipenuhi, terutama di daerah dengan jumlah siswa yang terbatas?

Langkah Menuju Keadilan

Untuk menciptakan keadilan dalam pemenuhan jam mengajar dan pemberian TPG, ada beberapa langkah yang dapat diambil:

  1. Revisi Kebijakan Jam Mengajar
    Pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan 24 JP sebagai syarat TPG. Alternatif lain, seperti penilaian berbasis kinerja atau kontribusi terhadap pengembangan sekolah, bisa menjadi solusi yang lebih fleksibel dan relevan.
  2. Distribusi Jam Berbasis Kompetensi. Hasil AKG harus benar-benar menjadi acuan dalam pembagian jam mengajar. Guru dengan hasil asesmen terbaik harus mendapat prioritas, tanpa memandang usia atau lama masa kerja.
  3. Pelatihan dan Pembinaan Berkelanjutan. Guru yang belum memenuhi standar kompetensi berdasarkan AKG perlu mendapatkan pelatihan dan pembinaan berkelanjutan. Dengan demikian, semua guru memiliki kesempatan yang sama untuk meningkatkan kualitas mereka.
  4. Kolaborasi Antar-Sekolah. Untuk mengatasi masalah kekurangan jam mengajar di sekolah-sekolah kecil, pemerintah dapat mendorong kolaborasi antar-sekolah. Guru bisa diberi kesempatan mengajar di lebih dari satu sekolah tanpa harus terbebani administrasi yang rumit.
  5. Transparansi dan Akuntabilitas. Proses asesmen dan pembagian jam mengajar harus dilakukan secara transparan. Guru harus mengetahui dasar pertimbangan dalam alokasi jam mengajar, sehingga tidak ada kecurigaan atau ketidakpuasan di kalangan mereka.

Asesmen Kompetensi Guru yang baru saja dilakukan di Aceh adalah langkah awal yang baik untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, asesmen ini hanya akan menjadi angka di atas kertas jika tidak diikuti dengan kebijakan yang nyata dan berkeadilan.

Pemenuhan jam mengajar bagi guru bersertifikasi harus didasarkan pada prinsip keadilan dan profesionalitas. Kebijakan yang hanya mengutamakan senioritas tanpa memperhatikan kualitas akan merugikan banyak pihak, terutama siswa yang seharusnya menjadi pusat perhatian dalam dunia pendidikan.

Dinas Pendidikan Aceh kini memiliki tanggung jawab besar untuk membuktikan bahwa hasil AKG benar-benar digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Jika langkah ini dilakukan dengan baik, bukan hanya guru yang merasa dihargai, tetapi juga pendidikan di Aceh akan mengalami peningkatan yang signifikan.

Semoga kebijakan ke depan benar-benar berpihak pada keadilan dan mutu pendidikan. Guru yang berkualitas harus diberikan kesempatan untuk berkontribusi lebih besar, tanpa terhalang oleh batasan-batasan administratif yang kaku. Karena pada akhirnya, pendidikan yang bermutu hanya bisa tercapai jika semua pihak, termasuk guru, mendapatkan perlakuan yang adil dan profesional.

*Qusthalani, Ketua IGI Kabupaten Aceh Utara, Guru SMAN 1 Matangkuli

About Redaksi

Check Also

Ganti Menteri, Ganti Kurikulum: Haruskah Guru Meradang atau Beradaptasi?

Ganti Menteri, Ganti Kurikulum: Haruskah Guru Meradang atau Beradaptasi? Oleh : Qusthalani* Perubahan adalah keniscayaan. …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *